MAKASSAR – Menyoal keberadaan pak ogah di ruang publik yang banyak bermunculan dan beraktifitas di pertigaan, perempatan hingga ke penyeberangan jalan di wilayah Kota Makassar menjadi sorotan di jagad Maya (Medsos).
Menurut Dosen Sosiologi Uniersitas Ichsan Sidrap, DR. Imran Kamaruddin, S. Kom, hal ini merupakan masalah sosial yang seharusnya ditangani oleh institusi terkait di pemerintahan.
“Kehadiran pak Ogah ini di jalan merupakan persoalan sosial. Itu dilatar belakangi pendidikan Pak Ogah yang minim dan untuk penanganannya harus lintas sektoral,” terang Imran Kamaruddin, Jumat sore (19/4).
Pak Ogah saat ini sudah menjadi profesi yang diperkuat dengan adanya nilai pendatang yang dihasilkan di jalan saat melakukan pengaturan atau penyeberangan kendaraan bermotor. Pendapatan itu kan luar biasa.
“Nah, jika mau menghilangkan keberadaan Pak Ogah, pemerintah setempat harus menciptakan pekerjaan alternatif yang hasilnya setara dengan penghasilan Pak Ogah saat ini. Tapi dapatkah dilakukan”, Ucapnya.
Hal tersebut merupakan persoalan klasik. Bukan hanya keberadaan Pak Ogah yang kerap disorot, tetapi juga pada gembel dan pengemis (Gepeng). Kalau penghasilan mereka dirata-ratakan perhari dan dikalkulasikan sebulan mencapai Rp.4 juta an.
“Ada beberapa lokasi yang menjadi ruang publik dan arena praktek Pak Ogah dan harus menjadi perhatian pemerintah setempat, seperti Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan AP Pettarani, Jalan Sultan Alauddin, Jalan Hertasning dan beberapa titik lainnya”, Tuturny.
Sementara itu Dirlantas Polda Sulsel, Kombes Pol. DR. I Made Agus Prasatya, M. Hum, saat di konfirmasi mengatakan bahwa persoalan keberadaan pak ogah di jalan merupakan tanggung jawab sosial lintas sektoral.
“Masalah Pak Ogah adalah masalah sosial, dan merupakan tanggung jawab lintas sektoral”, kata Dirlantas Kombes Pol. DR. I Made Agus Prasatya, M. Hum.